Mahasiswa UNY Teliti Alasan Remaja Bunuh Diri

JAKARTA - Pada 2005, angka bunuh diri remaja di Kabupaten Gunungkidul berada pada urutan pertama se-Indonesia. Sejak saat itu, mulai muncul kecenderungan bunuh diri yang dilakukan oleh remaja.
Berangkat dari fenomena tersebut, empat mahasiswa Pendidikan Kewarganegaraan dan Hukum (PKnH), Fakultas Ilmu Sosial (FIS) Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) mengadakan penelitian dengan judul “Menguak Fenomena Bunuh Diri Kalangan Remaja di Kabupaten Gunungkidul (Perspektif Psikologis).” Keempat mahasiswa itu ialah Ari Setiarsih, Triyani, Hardiyan Putri Oktaviani, dan Suyatno.

Penelitian yang dilakukan dalam rangka Program Kreativitas Mahasiswa (PKM-P) tersebut bertujuan untuk mengetahui adanya fenomena bunuh diri di Kabupaten Gunungkidul, fenomena bunuh diri yang dilakukan oleh anak remaja, serta faktor psikologis yang melatarbelakangi tindakan bunuh diri oleh remaja.

Menurut Ari, penelitian tersebut dilakukan di dua desa yaitu Desa Ngoro-oro Kecamatan Pathuk dan Desa Sidorejo Kecamatan Tepus Kabupaten Gunungkidul. Berdasarkan data yang diperoleh dari subjek penelitian Desa Ngoro-oro, pada awalnya korban memiliki masalah dalam hubungan percintaan.

Namun, masalah ini ternyata bukanlah faktor sebenarnya yang melatarbelakangi tindakan bunuh diri. Korban dalam kehidupan sehari-hari adalah anak yang ceria, seperti anak-anak pada umumnya yang bergaya tomboy, rambut cepak, dan aktif dalam kegiatan remaja. Masyarakat sekitar bahkan tidak menyangka korban sanggup melakukan aksi bunuh diri.

Ari menjelaskan, korban merupakan anak tunggal dan tinggal sendiri di rumahnya karena orangtuanya bekerja di luar daerah. Kurangnya perhatian orangtua, perasaan malu kepada masyarakat karena masalah yang menimpanya, sikap orangtua yang mengekang dan tidak adanya orang yang menjadi tempat berbagi cerita dan berkeluh kesah membuat korban tertekan.

"Hal tersebut menimbulkan gangguan jiwa pada korban yaitu depresi. Akibatnya, korban nekat melakukan bunuh diri sebagai alternatif penyelesaian masalah," ungkap Ari, seperti dilansir oleh Okezone, Jumat (19/7/2013).

Dia menambahkan, sikap remaja tentang fenomena bunuh diri dapat diungkapkan melalui lima indikator. Pertama, pengetahuan remaja tentang fenomena bunuh diri.

"Kedua, sikap remaja dalam menyelesaikan masalah. Ketiga, pengetahuan remaja tentang penyebab bunuh diri. Serta, sikap remaja dalam meminimalisir bunuh diri dan peniruan terhadap lingkungan," paparnya.

Melalui penelitian yang berlangsung selama empat bulan tersebut, tim mahasiswa PKnH berharap dapat memberikan pengetahuan dan referensi bagi masyarakat luas dan semua remaja untuk lebih tegar, kuat, dan berhati-hati dalam menghadapi suatu masalah.

"Masih banyak langkah untuk menyelesaikan masalah dan bunuh diri bukan solusi yang tepat untuk mengakhiri masalah yang dihadapi," imbuh Ari.
(mrg)

sumber:okezone